Tentang saya , yang sedang berjuang untuk sembuh.

Saya termasuk di antara orang-orang yang merasa baik-baik saja setelah perpisahan. Mungkin karena sudah menyiapkan diri dari beberapa bulan sebelum akhirnya benar-benar berpisah. Tapi sebulan terakhir saya mulai merasa anxiety yang bikin badan saya ngilu semua. Saya bisa tiba-tiba kebangun di malam hari dalam keadaan keringetan dan deg-degan nggak karuan. Saya bisa tiba-tiba menangis padahal nggak ada yang saya ingat. 

Awalnya semua masih bisa saya handle sendiri. Saya ibadah lebih rajin , segala hal positif saya lakukan. Tapi satu hal yang tidak saya lakukan , dan ternyata itu adalah hal yang penting dalam proses memulihkan diri , yaitu bercerita tentang apa yang saya rasakan. 

Selama ini , setiap ada teman atau keluarga yang bertanya , saya selalu jawab baik-baik saja karena memang saya merasa baik-baik saja. Setelah itu , saya alihkan pembicaraan agar tidak perlu membahas hal yang sudah lewat. Buat saya , membahas kejadian di masa lalu itu adalah hal yang sia-sia. Tidak ada yang berubah dan tidak membuat saya lebih baik.

Lalu saya mendapati diri saya berubah jadi pribadi yang lebih sering ketakutan daripada merasa baik-baik saja. Saya merasa risih berada di tengah keramaian , terutama jika ada lawan jenis. Saya merasa tidak nyaman berbicara dengan orang baru. Dari situlah saya merasa, waktunya mencari pertolongan. 

Setelah 4 bulan berpisah , saya memutuskan untuk menemui psikolog. Mungkin terdengar telat , tapi memang saat ini saya merasa membutuhkan bantuan. Setidaknya untuk meluruskan apa yang ada di kepala saya , meyakinkan bahwa saya masih baik-baik saja dan tidak memerlukan pengobatan apa-apa.

2 jam setelah berbicara dengan psikolog , saya semakin merasa yakin bahwa saya baik-baik saja. Saya hanya sedang terluka , ini adalah proses penyembuhan yang harus saya lewati. Ini terlihat tidak ada apa-apanya karena secara fisik saya baik-baik saja. Tidak ada KDRT atau luka fisik yang terlihat jelas. Tapi hati , batin dan mental saya dirusak sedemikian rupa. 

Saya dimanipulasi untuk percaya bahwa ada yang salah dari diri saya , bahwa sayalah yang kurang , bahwa alasan saya di selingkuhi karena saya pantas untuk di selingkuhi. Padahal yang sebenarnya terjadi bukanlah seperti itu. Kesalahan saya adalah saya salah memilih pasangan. Saya memilih pasangan dengan perbedaan yang terlalu besar dalam pola didik orang tua kami. Keluarga saya bukanlah keluarga sempurna tanpa masalah , tapi memori saya masih berisi kebahagian. Kekurangan saya adalah tidak mau mengakui bahwa pasangan saya bermasalah , bahwa saya selalu menutup segala kurangnya dengan kebaikannya. 

Saya adalah satu dari sekian banyak wanita yang berakhir dengan laki-laki yang tidak sepaham. Dalam artian , saya menginginkan keluarga yang harmonis dan seimbang , tapi pasangan saya tidak. Saya siap berkomitmen penuh , terlepas dari kekecewaan yang pernah ada tapi pasangan saya tidak. Saya siap merubah diri untuk memenuhi ekspektasinya tapi pasangan saya tidak. Dan itu bukanlah salah saya. 

Saya memposisikan diri sebagai pegangan hidup untuknya. Selalu siap sedia kala dibutuhkan hingga terkadang mengorbankan perasaan sendiri. Mendukung setiap mimpinya hingga saya lupa kepada mimpi saya sendiri. Saya memilih untuk bertahan bersamanya , meski hati saya sudah tidak bahagia. Hanya untuk membuktikan kepadanya bahwa saya tidak akan pergi. 

Saya belajar darinya, bahwa apapun yang terjadi , hati saya adalah hati yang baik. Yang tidak bisa mengutuk pengkhianatannya , yang tidak bisa membenci perbuatannya. Saya belajar darinya , bahwa tidak peduli sebaik apapun seseorang , hal itu tidak akan bisa menyembuhkan luka dalam diri orang lain. 

Sesungguhnya saya mengerti jika pasangan saya adalah orang yang terluka. Dan dulupun saya siap jika harus menjadi penawar untuk lukanya , mengalah agar dia bisa tumbuh tanpa membawa trauma. Tapi kali ini sudah tidak lagi. Pengorbanan saya sudah di manfaatkan , pemakluman yang saya punya sudah dijadikan mainan , saya sudah tidak sebodoh dulu. 

Luka saya tidaklah ada apa-apanya dibanding dengan luka orang lain. Tapi bukan berarti luka saya tidak valid. Hati saya dimanipulasi , pikiran saya dipermainkan. Saya yang tau pasti kapan luka itu akan sembuh , saya yang tau pasti apa yang harus saya lakukan untuk sembuh. 

Maka kali ini adalah waktu bagi saya untuk memaafkan diri sendiri. Mengambil waktu sebanyak-banyaknya untuk menyembuhkan hati. Agar nantinya , pasangan saya di masa depan tidak harus menyembuhkan saya. Agar lingkaran ini berhenti di hubungan saya dan mantan suami. 

"Tidak perlu marah jika kamu dilukai. Doakan saja mereka. Karena sesungguhnya , mereka menyimpan luka tapi tidak punya keberanian untuk menyembuhkannya." 


Komentar

Postingan Populer