Kesempatan kedua di 2020


Memasuki bulan kelima di tahun 2020, banyak banget kejadian yang terjadi terutama di belahan dunia maupun, apalagi kalo bukan Covid-19. Tapi aku nggak mau bahas soal Covid-19 karena aku tau itu bukan keahlianku, daripada salah nulis malah bikin salah persepsi. 

As you all know, this blog tells you about my life. How my life changed when I got married, had a child, went through all the hard times, and now I am about to tell you how my life changed for the past few months. 

Di awal tahun 2020, aku memutuskan untuk memberi kesempatan kedua buat papa Aira, untuk hadir dalam hidup Aira, untuk bertindak sebagaimana dia seharusnya sebagai seorang papa, dan so far I don't regret the choice I made. Membuka kembali kesempatan untuk mereka punya hubungan bapak dan anak yang sehat memang sudah jadi salah satu goals ku di tahun 2020. Simply karena aku nggak mau hidup dihantui rasa sakit dan bersalah terus menerus, maka aku memilih untuk memaafkan dan menerima kembali ketika sudah ada etika baik dari beliau untuk memperbaiki hubungan dengan Aira. 

Iya, aku ngelakuin semua itu buat Aira. Dari awal aku ngebuka diri untuk ngobrol dengan tenang sampai akhirnya mereka jadi rutin ketemu, aku nggak pernah mikir untuk ngebahas soal kami, soal masa depan. Sampai akhirnya di satu titik, perasaan yang memang nggak pernah hilang itu mulai mengusik pertemanan kami. 

Ketika pertanyaan soal perasaan itu dilontarkan, jujur aku nggak tau jawabannya apa. Yang aku tau, I'm happy right now, dengan kontribusinya sebagai orangtua meskipun nggak penuh seperti dulu, dengan aku yang menyadari bahwa aku nggak kehilangan jati diriku ketika memutuskan bercerai, dengan kenyataan bahwa status kami tidak merubah perasaan cinta dan respect yang aku punya buat dia. 

Perlahan tapi pasti, memang ada dinamika yang berubah dari hubungan pertemanan ini. Tapi tidaklah benar jika harapan itu dilambungkan terlalu tinggi, mengingat ketika aku jatuh tahun lalu, aku berada di titik terendah yang menguras seluruh energi dan kepercayaanku akan cinta. Kami memutuskan untuk berjalan beriringan tanpa perlu penjelasan apakan ini sebuah hubungan yang lebih atau tidak. Aku memutuskan untuk memusatkan perhatianku pada tumbuh kembang Aira dan menikmati kehadirannya sebagai teman bicara. 

Apa yang terjadi pada kami tahun lalu sangat brutal. Semua kenangan indah yang pernah mampir tidak lagi berarti bahkan menghilang begitu saja tanpa aba-aba. Bagian dia meninggalkanku tidak akan pernah ku hapus dari ingatan, bagian dia menelantarkan kecewaku tidak bisa luluh hanya karena ada penyesalan yang tersisa. Tapi bagian dia mencintaiku, memelukku dengan cinta, menenangkanku kala ada luka, bagian itu juga tidak serta merta hilang hanya karena dia pernah melukaiku. 

Apa ini artinya ada kesempatan kedua bagi kami? Mungkin, mengingat bukan aku yang tau pasti tentang hatinya, bukan pula dia yang tau apa hatiku sudah mereda. Lukanya mengering tapi bekasnya tidak menghilang. Aku memaafkannya dengan sadar, tidak berarti aku mempercayainya sepenuh hati. Tindakannya diluar kendaliku, jikapun terulang lagi, aku tau pasti jika aku akan baik-baik saja, bukan aku yang berulah.

Kesempatan kedua ini bukan tentang aku dan dia, kesempatan kedua ini tentang aku, Aira dan dia, tentang kami menjadi satu keluarga walau tidak utuh, tentang kami berjalan bersama walau tidak bergandengan. Kesempatan kedua ini bukan ajang pembuktian bahwa semua kesalahan bisa dimaafkan, ada luka yang tidak akan sembuh dan tidak usah ditanya penawarnya. 

Di kesempatan kedua ini, ada perasaan yang senantiasa tenang karena aku yakin, apapun yang terjadi, Allah punya jawabannya. 

Komentar

Postingan Populer