Berhadapan dengan orang yang bikin nggak nyaman; friends or strangers?


Ini adalah topik yang beberapa hari ke belakang sering banget aku diskusiin sama pasanganku. Karena emang topik ini masih relate banget, nggak peduli mau umur berapapun kita nanti. As I grow older, I thought I become wiser. Tapi mungkin juga enggak. Mungkin juga aku cuma pengen jadi bijaksana tanpa beneran paham apa itu artinya bijaksana, atau mungkin pemahaman tentang bijaksana memang berbeda di tiap individunya. 

Sofia yang dulu, yang masih belasan tahun, yang masih extrovert dengan banyak 'teman', pasti akan dengan yakinnya bilang kalo berteman sama siapa aja itu harus. Bahkan ke orang yang kita kurang suka sekalipun, tetep temenan aja. Tapi, Sofia yang sekarang ngerasa energinya sudah habis kalo harus berurusan dengan orang-orang yang jelas bikin nggak nyaman, yang sekarang susah banget menemukan kenyamanan di lingkungan baru, yang sekarang ngerasa hidupnya udah ribet jadi ga mau temenan yang bikin ribet juga.  

Makin tua, aku makin menyadari kalo tipe manusia itu sangat beragam. Yang punya banyak teman, yang kemana-mana nyaman sendiri, yang cuma muncul ketika ada acara tertentu. Dari semua itu, yang paling penting adalah jadi manusia yang nggak merugikan orang lain. Manusia yang nggak memojokkan seseorang cuma karena berbeda cara pandang, manusia yang bisa dengan legowo menerima perbedaan, manusia yang nggak merasa lebih baik dari sesama manusia lainnya. But theory is always the easiest part, isn't it? Kenyataannya, banyak orang yang merasa harus satu pendapat untuk disebut teman, yang merasa harus berada di jalur yang sama untuk berbagi cerita, padahal perbedaan itu ada untuk dijadikan pembelajaran, bukan dipaksa menjadi sama. 

Punya banyak teman itu menyenangkan tapi the trickiest part is knowing which one is genuinely care for us and which one is only 'kepo'. Nggak ada ilmu yang cukup untuk memilih diantara keduanya. Karena sepintar-pintarnya manusia, tetep bisa kesandung kalo udah merasa nyaman. Jadi, gimana kalo berhadapan dengan yang kurang bikin nyaman? Tetep jadi temen atau kembali jadi asing?

Jawaban untuk pertanyaan diatas adalah tergantung individu masing-masing. Cara pandang setiap orang dalam permasalahan hidup selalu berbeda-berbeda, nggak ada yang mutlak benar atau salah karena pengalaman hidup juga nggak selalu sama. In my personal opinion, aku akan memilih untuk mundur teratur, menjaga jarak supaya tidak terlibat dan berusaha menjaga hubungan sedangkal mungkin. Aku akan memilih untuk tidak cerita tentang personal issues ku karena ditangan orang yang salah, kemalanganku bisa jadi hal menyenangkan bagi mereka. Kedengarannya childish karena aku memilih untuk menghindar ya? Tapi pilihan ini aku buat berdasarkan pengalaman hidupku. 

Aku pernah jadi teman semua orang, yang bener-bener ngebuka diri untuk banyak orang, termasuk orang yang kurang nyaman buat aku. Aku pernah membutakan insting dan tetap bertahan di pertemanan yang toxic hanya supaya aku nggak sendirian. Imbasnya, kelemahan yang pernah aku ceritakan jadi bumerang buat orang-orang itu menyerangku. Literally, tertawa diatas penderitaan orang lain. 

Even if I choose to not be friends with some people,  I won't spend time to recruiting others to not be friends with them either. Karena berteman itu gak perlu sama semua orang, cari aja yang cocok dan bikin nyaman. Kalo ada yang kurang cocok dan bikin ga nyaman, gak perlu dipaksa mencari kecocokannya, cukup sekedar tau aja kalo kita sama-sama ada di bumi. 

Komentar

Postingan Populer